Mbelik di Banyu Tumumpang: Menelusuri Keberadaan dan Makna Sumber Air Tradisional di Kasihan, Bantul

Bagikan konten ini

Mbelik – Air merupakan sumber kehidupan yang tak ternilai, memiliki tempat istimewa dalam budaya dan tradisi masyarakat Jawa. Di berbagai wilayah, sumber-sumber air alami seperti mata air tidak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga dihubungkan dengan nilai-nilai luhur dan praktik budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Salah satu sebutan untuk sumber mata air tradisional dalam bahasa Jawa adalah “Mbelik” atau “Belik“. Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai Mbelik, dengan fokus pada keberadaannya di wilayah Banyu Tumumpang RT 03, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, serta kaitannya dengan adat dan budaya setempat.

Memahami Mbelik: Lebih dari Sekadar Sumber Air

Secara bahasa, “Mbelik” diartikan sebagai sumber mata air. Berbeda dengan sumur yang dibuat oleh manusia, Mbelik biasanya muncul secara alami sebagai rembesan air di tebing atau area dekat sungai. Istilah lain yang sering digunakan adalah “Sendang,” yang merujuk pada mata air yang lebih besar, menyerupai kolam. Keberadaan kata “belik” sendiri tercatat dalam kamus bahasa Jawa, menunjukkan akar kuatnya dalam leksikon lokal.  

Di masa lalu, sebelum adanya sistem air bersih modern, Mbelik memegang peranan krusial dalam kehidupan masyarakat Jawa. Mbelik menjadi tumpuan utama untuk mendapatkan air bersih untuk berbagai keperluan rumah tangga, termasuk mandi, mencuci, dan minum.

Selain itu, air dari Mbelik juga dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, menunjukkan betapa pentingnya sumber air ini bagi sektor agraris. Beberapa belik bahkan dianggap sakral dan digunakan dalam berbagai upacara adat, seperti untuk memandikan pengantin atau membersihkan benda-benda pusaka. Mbelik juga bisa menjadi ruang sosial, tempat masyarakat berkumpul dan berinteraksi. Meskipun kini banyak yang telah beralih ke sumber air lain, nilai historis belik tetap tak tergantikan.  

Mbelik Mbah Manto

Jejak Mbelik di Banyu Tumumpang, Bangunjiwo

Beberapa titik mbelik yang terletak di Banyu Tumumpang RT 03, diantaranya belik milik keluarga trah mbah Manto/ Slamet yang sampai saat ini masih difungsikan. Belik keluarga mbah Sandiman, Belik Keluarga mbah Ratiyem. Bangunjiwo sendiri dikenal memiliki banyak sumber air alami, dengan tujuh mata air yang digunakan dalam upacara Merti Umbul seperti sendang Banyu Temumpang dan Sendang Pangkah. Hal ini menunjukkan bahwa belik, termasuk yang ada di Banyu Tumumpang, adalah bagian penting dari kekayaan alam dan identitas lokal.  

Sayangnya, informasi spesifik mengenai sejarah dan asal-usul belik di Banyu Tumumpang belum ditemukan dalam catatan tertulis. Namun, tradisi lisan dan cerita dari generasi ke generasi (“gethok tular”) kemungkinan menyimpan sejarah belik ini. Di berbagai tempat di Jawa, sumber air seringkali memiliki cerita rakyat yang terkait dengan tokoh atau peristiwa penting.

Pada kondisi musim kemarau, antara bulan Oktober November biasanya belik-belik ini kondisi airnya menipis dan mengering.

Kaitan Mbelik Banyu Tumumpang dengan Adat dan Budaya

Selain Merti Umbul, wilayah Bangunjiwo memiliki tradisi lain yang menghormati air dan alam, seperti Wiwitan (syukuran panen) , Merti Dusun (bersih desa) , dan Memetri Sendang (perawatan mata air). Tradisi-tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya air dalam budaya lokal. Meskipun tidak ada catatan khusus mengenai ritual di belik Banyu Tumumpang, praktik memberikan persembahan di sumber air (“sesajen”) dan larangan menebang pohon di sekitar mata air adalah kearifan lokal yang juga berlaku di Banyu Tumumpang.

Pada waktu dulu jika masih ada budaya “mbebuwangi” orang yang ewuh mantu, melik salah satu tempat yang biasanya juga di taruh.

Pelestarian dan Makna belik bagi Masyarakat

Upaya pelestarian sumber mata air tradisional di Banyu Temumpang pada dasarnya tidak menebang pohon sembarangan, menguras belik, membersihkan lingkungan belik dari dedaunan yang menumpuk.

Bagi masyarakat Jawa, sumber air seperti belik memiliki makna spiritual dan simbolik yang mendalam. Air dianggap suci dan memberikan berkah bagi komunitas. Mbelik juga menjadi simbol kebersamaan dan warisan budaya yang menghubungkan generasi saat ini dengan masa lalu.

Bagikan konten ini
Maruf
Maruf

Admin web banyutumumpang.com jurnalistik warga desa. Mengabarkan kehidupan kemasyarakatan warga Daerah Istimewa Yogyakarta.

Warga kampung Banyutemumpang RT 03 Padukuhan V Salakan, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan.

Articles: 58

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *