Entah sejak kapan budaya kenduri ini ada di jawa, adapun kenduri sudah menjadi satu tradisi yang dilakukan turun temurun dan mengakar di tengah masyarakat khususnya di Banyutemumpang RT 03.
Tradisi kenduri ini sebagai wujud rasa syukur sohibul bait sekaligus memohon kepada Allah SWT agar diberikan kelancaran di kehidupan masyarakat berikutnya. Acara doa dzikir dan tahlil dalam tradisi kenduri dipimpin oleh seorang kaum rois.
Kaum Rois merupakan ujung tombak kegiatan sosial dan keagamaan di masyarakat dalam berbagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Kaum Rois harus mencerdaskan Agama dan Nasionalisme. Hampir setiap kegiatan dimasyarakat melibatkan rois, lahiran ada tasyakuran, nanti mau nikahan juga minta doa, semuanya disandarkan pada Tuhan Yang Maha Esa, bahkan sampai nanti meninggal biasanya kita juga minta doa ada tiga harian, tujuh harian, bahkan 1000 harian.
Tradisi Budaya Kenduri
Tradisi Budaya Kenduri biasanya diadakan di rumah atau halaman rumah orang yang mengadakan acara. Prosesi dan tradisi yang dilakukan dalam kenduri dapat bervariasi tergantung pada jenis acara dan kebiasaan keluarga atau masyarakat setempat.
Erat kaitannya dalam sebuah kenduri atau biasa kampung banyutemumpang biasa menyebutnya genduren ini adalah ubo rampe yang menyertai acara gendurenan ini. Misalnya saja ingkung, jaman dahulu biasanya akan “dikeluarkan” dan ikut serta didoakan didepan, tetapi saat ini sudah langsung masuk di “berkat” yang dibagikan ke hadirin kenduri.
Uba rampe setiap kenduri berbeda, misalnya rasulan ada nasi gurih dan ingkung, lalapan mentah dan sambel, selain itu sekar konyoh, jenang merah, jenang baro-baro, pliringan dan jenang jawa. Selain itu ada ambengan atau nasi dengan lauk pauk lengkap. Sedangkan untuk kenduri orang orang meninggal terdiri atas nasi gurih, ingkung, among-among, tumpeng pungkuran atau dibelah menjadi dua yang dihadapkan berlawanan kemudian disaningkan dengan paha ayam dan kaki ayam. Selain itu uba rampe lain ada ketan, kolak, maupun apem.
Perkembangan zaman, tradisi “berkat” kenduri yang awalnya memakai besek bambu, diganti dengan model kenduri mentah yang diwadahi dengan plastik.
Uniknya juga kadang sebagian masyarakat jika ada warga yang among-among sapi melahirkan juga dibuatkan dan dibagikan dalam pertemuan, semisal di NUK, nasi bungkus memakai daun pisang yang didalamnya ada Nasi, Telur dan Gudangan/ Urap.
Terlepas baiknya melestarikan sebuah budaya, tentu ditengah-tengah masyarakat ada penolakan dari golongan tertentu yang menyebut budaya ini bidah dan tidak ada tuntunan agama. Tak perlu memecah belah, hargailah sebuah perbedaan.